Cerita Anak – Barry, Beruang yang Angkuh

Barry, Beruang yang Angkuh

cerita anak: Ilona Joline Surjorahardjo

Narator: Ilona Joline Surjorahardjo

download

 

Halo teman-teman, namaku Barry. Aku seekor beruang madu. Aku akan bercerita tentang kisahku dengan Albert, temanku siberuang hitam.

 

Pada suatu pagi yang indah di padang rumput yang tenang, aku sedang bersama Albert. Aku merasa bosan. Lalu aku mengajak Albert untuk bermain, akan tetapi sayangnya kaki Albert sedang sakit. Tiba-tiba muncul ide gemilang di kepalaku. Aku tahu tempat yang tepat untuk mengumpulkan madu bersama Albert.

“Apakah kamu mau berlomba mengumpulkan madu?”  

“Tentu saja,” jawab Albert. Albert dan aku membuat beberapa keranjang daun untuk tempat mengumpulkan madu. Aku sangat yakin akan memenangkan perlombaan ini. Kukatakan kepada Albert:

“Jangan menangis kalau aku menang ya,”

“Ini hanya sebuah permainan, kenapa aku harus menangis?” kata, Albert.

 

Sungguh siang yang  panas. Aku berkeringat sampai harus menyeka wajahku dengan menggunakan kelopak bunga. Ketika kami sampai, kami segera berhitung mundur. Kemudian aku berlari ke hutan dan mulai mengumpulkan madu.

 

Tiga jam kemudian, aku telah mengumpulkan 5 keranjang penuh madu. Tetapi ternyata Albert telah mengumpulkan 10 keranjang penuh madu. Dia adalah pemenangnya.

Aku tidak pernah kalah dalam perlombaan mengumpulkan madu! Tentu saja ini membuatku jadi cemburu. Wajahku terbakar kemerahan. Dengan tenang Albert berkata:

“Jangan khawatir,  Barry. Ini hanya permainan.”

”Aku sudah terlalu marah untuk menjawabnya. Aku tidak dapat menguasai diri sehingga kukatakan kata-kata jahat. Oh, Albert berlari kencang. Dia sangat terkejut aku telah bersikap kasar. Sementara aku hanya berdiri, merasa bersalah dengan apa yang telah aku perbuat.

 

Setelah itu, aku pulang ke rumah dan segera tidur.

Keesokan harinya ketika aku bangun, aku mencoba mencari madu milikku untuk makan pagi.

“Dimana maduku?” tanyaku kepada Ibu. Aku tidak tahu kalau Ibuku mendengar kelakuanku terhadap Albert. Dia telah mengambil maduku dan menyembunyikannya di padang rumput. Katanya:

“Kamu dihukum karena perbuatan jahatmu! Kamu tidak akan mendapatkan madu sampai kamu meminta maaf kepada Albert!”

Awalny aku kira Ibu sedang bercanda, maka aku mencoba mencari maduku di padang rumput. Teriakku: “Mana maduku?”

Kucoba renungkan kembali kata-kata yang Ibu ucapkan. Aku harus meminta maaf kepada Albert! Ketika mendekati rumah Albert, Ibu Albert berkata bahwa Albert sedang tidak di rumah. Maka aku menuju hutan dan mulai mencari-carinya. Aku berhenti di tepi sungai untuk beristirahat sejenak. Tiba-tiba aku teringat saat Albert dan aku berlomba renang. Meskipun aku menang, Albert tidak pernah mengeluh. Dia mengucapkan selamat kepadaku! Aku jadi kagum.

 

Kuteguk sedikit air dari sungai, dan berlari mencari Albert. Kemudian saat melintasi kebun bunga, aku kembali teringat pada Albert, lalu aku merangkai karangan bunga. Kataku kepada Albert kala itu, tanpa diriku pasti karangan bunga ini kelihatan jelek. Albert memuji sebagai balasannya,

“Iya, kamu sangat berbakat!” Akhirnya aku mencapai ujung hutan. Tempat dimana aku mengucapkan kata-kata kasar kemarin. Aku menangis,

“Maafkan aku, Albert! Ayolah keluar.”

Sesosok bayangan gelap nampak. Dia, Albert! Kupeluk dirinya seraya berkata, “Aku sungguh minta maaf.”

Albert memaafkan aku. Kemudian kami berjalan melewati padang rumput bersama. Sejak saat itu aku tidak pernah berkata-kata jahat lagi.

Barry, Beruang yang Angkuh

cerita anak: Ilona Joline Surjorahardjo

Narator: Ilona Joline Surjorahardjo

 

Halo teman-teman, namaku Barry. Aku seekor beruang madu. Aku akan bercerita tentang kisahku dengan Albert, temanku siberuang hitam.

 

Pada suatu pagi yang indah di padang rumput yang tenang, aku sedang bersama Albert. Aku merasa bosan. Lalu aku mengajak Albert untuk bermain, akan tetapi sayangnya kaki Albert sedang sakit. Tiba-tiba muncul ide gemilang di kepalaku. Aku tahu tempat yang tepat untuk mengumpulkan madu bersama Albert.

“Apakah kamu mau berlomba mengumpulkan madu?”  

“Tentu saja,” jawab Albert. Albert dan aku membuat beberapa keranjang daun untuk tempat mengumpulkan madu. Aku sangat yakin akan memenangkan perlombaan ini. Kukatakan kepada Albert:

“Jangan menangis kalau aku menang ya,”

“Ini hanya sebuah permainan, kenapa aku harus menangis?” kata, Albert.

 

Sungguh siang yang  panas. Aku berkeringat sampai harus menyeka wajahku dengan menggunakan kelopak bunga. Ketika kami sampai, kami segera berhitung mundur. Kemudian aku berlari ke hutan dan mulai mengumpulkan madu.

 

Tiga jam kemudian, aku telah mengumpulkan 5 keranjang penuh madu. Tetapi ternyata Albert telah mengumpulkan 10 keranjang penuh madu. Dia adalah pemenangnya.

Aku tidak pernah kalah dalam perlombaan mengumpulkan madu! Tentu saja ini membuatku jadi cemburu. Wajahku terbakar kemerahan. Dengan tenang Albert berkata:

“Jangan khawatir,  Barry. Ini hanya permainan.”

”Aku sudah terlalu marah untuk menjawabnya. Aku tidak dapat menguasai diri sehingga kukatakan kata-kata jahat. Oh, Albert berlari kencang. Dia sangat terkejut aku telah bersikap kasar. Sementara aku hanya berdiri, merasa bersalah dengan apa yang telah aku perbuat.

 

Setelah itu, aku pulang ke rumah dan segera tidur.

Keesokan harinya ketika aku bangun, aku mencoba mencari madu milikku untuk makan pagi.

“Dimana maduku?” tanyaku kepada Ibu. Aku tidak tahu kalau Ibuku mendengar kelakuanku terhadap Albert. Dia telah mengambil maduku dan menyembunyikannya di padang rumput. Katanya:

“Kamu dihukum karena perbuatan jahatmu! Kamu tidak akan mendapatkan madu sampai kamu meminta maaf kepada Albert!”

Awalny aku kira Ibu sedang bercanda, maka aku mencoba mencari maduku di padang rumput. Teriakku: “Mana maduku?”

Kucoba renungkan kembali kata-kata yang Ibu ucapkan. Aku harus meminta maaf kepada Albert! Ketika mendekati rumah Albert, Ibu Albert berkata bahwa Albert sedang tidak di rumah. Maka aku menuju hutan dan mulai mencari-carinya. Aku berhenti di tepi sungai untuk beristirahat sejenak. Tiba-tiba aku teringat saat Albert dan aku berlomba renang. Meskipun aku menang, Albert tidak pernah mengeluh. Dia mengucapkan selamat kepadaku! Aku jadi kagum.

 

Kuteguk sedikit air dari sungai, dan berlari mencari Albert. Kemudian saat melintasi kebun bunga, aku kembali teringat pada Albert, lalu aku merangkai karangan bunga. Kataku kepada Albert kala itu, tanpa diriku pasti karangan bunga ini kelihatan jelek. Albert memuji sebagai balasannya,

“Iya, kamu sangat berbakat!” Akhirnya aku mencapai ujung hutan. Tempat dimana aku mengucapkan kata-kata kasar kemarin. Aku menangis,

“Maafkan aku, Albert! Ayolah keluar.”

Sesosok bayangan gelap nampak. Dia, Albert! Kupeluk dirinya seraya berkata, “Aku sungguh minta maaf.”

Albert memaafkan aku. Kemudian kami berjalan melewati padang rumput bersama. Sejak saat itu aku tidak pernah berkata-kata jahat lagi.

 

Bagikan Postingan ini

Leave a Comment